1.
Bagaimana
kaitan fakta dan imajinasi dalam karya sastra?
Kaitan antara fakta dan imajinasi dalam karya sastra
adalah fakta disini belum tentu fakta yang sebenarnya, karena fakta di dalam
karya sastra bisa jadi merupakan hanya imajinasi dari penulisnya saja.
Seorang penulis untuk menulis suatu fakta dalam karya
sastra tidak harus mencari atau menelusuri secara langsung. Tetapi penulis bisa
mencari data mengenai fakta tersebut
dari berbagai sumber. Hal ini tentu saja memacu imajinasi penulis untuk
menjadikan karyanya tersebut terlihat
fakta agar sesuai dengan keadaan atau kejadian asli yang sesuai dengan
kenyataan. “Pengalaman pengarang yang telah mengalami proses
pengamatan, perenungan, penghayatan , dan penilaian kemudian dibaluri dengan
kekuatan imajinasi. Hasilnya adalah refleksi realitas imajinatif.” (Mahayana,
2005:359-360). Jadi fakta yang
ada didalam karya sastra itu tidaklah selalu benar, karena bisa jadi fakta itu
hanyalah imajinasi dari penulisnya saja.
2.
Bagaimana
konsep otonom dalam karya sastra?
Konsep otonom dalam karya sastra adalah konsep bagaimana
seorang pengarang membuat suatu jenis
karya sastra yang tidak terikat pada pakem yang ada. Di konsep ini pengarang
bebas untuk membuat karya yang diinginkan, dalam artian tidak sesuai dengan
aturan yang ada. Misalnya puisi, bila didalam aturan sebuah puisi itu diksi di
akhir baris harus sama, dalam konsep ini pengarang bisa membuat dengan akhiran
diksi yang berbeda.
3.
Apa
saja kelemahan analisis strukturalisme dalam karya sastra?
Kelemahan
strukturalisme adalah mengabaikan latar belakang sejarah sastrawan, latar
belakang karya-karya sastra yang lahir sebelumnya, dan analisis suatu karya
sastra menjadi miskin atau kering. Bahkan teori strukturalisme tampaknya juga
bias berbahaya dan menyesatkan. Teori strukturalisme tidak sejalan dengan teori
sastra interdisipliner atau teori sastra banding yang di definisikan oleh Henry
Rymak pada tahun 1961. Ia mendefinisikan sastra banding sebagai studi sastra,
kaitannya dengan kepercayaan dan disiplin ilmu lain seperti filsafat, sejarah,
ilmu social, agama, dan lain-lain.
Kekurangan ataupun kelemahan dari
teori strukturalisme murni
ini disebabkan karena teori ini hanya menekankan otonomi dan prinsif
objektifitas pada struktur karya sastra yang memiliki beberapa kelemahan pokok
ialah sebagai berikut:
·
Karya
sastra diasingkan dari konteks dan fungsinya sehingga sastra kehilangan
relevensi sosialnya, tercabutnya dari sejarah, dan terpisah dari permasalahan
manusia.
·
Mengabaikan
pengarang (penulis) sebagai pemberi makna dalam penafsiran terhadap karya
sastra. Ini sangat krusial sekali dan berbahaya karena penafsiran tersebut akan
mengorbankan cirri khas kepribadian, cita-cita dan juga norma-norma yang di
pegang teguh oleh pengarang tersebut dalam kultur sosial tertentu.
·
Otomatis
keobjektifitasannya akan diragukan lagi karena memberi kemungkinan lebih besar
terhadap campur tangan pembaca didalam penafsiran karya sastra tersebut.
·
Karya
sastra tidak dapat diteliti lagi dalam rangka konvensi-konvnsi kesusastraan
sehingga pemahaman kita terhadap terhadap genre dan system sastra sangat terbas
sekali.
4.
Mengapa
latar belakang pengarang penting untuk menilai karya sastra?
Latar belakang pengarang sangat penting untuk menilai
karya sastra adalah karena sebuah hasil karya sastra yang dihasilkan seorang
pengarang otomatis merupakan gambaran dari kehidupan pribadinya. Jadi penilaian
karya sastra akan lebih akurat bila tahu siapa pengarangnya. Dengan tujuan menghindari
terjadinya perbedaan analisis makna antara kehidupan pribadinya dengan apa yang
terdapat didalam karya sastra yang dihasilkannya.
5.
Kemukakan
konsep lisensia puitika dan kaitkan konsep itu dengan konsep de otomatisasi dan
de familiari?
Yang dimaksud
dengan licentia poetica ialah kebebasan seorang sastrawan
untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan konvensional, untuk
menghasilkan efek yang dikehendaki (Shaw, 1972:291; Sudjiman, 1993:18). Pada
sisi lain Sudjiman menyatakan bahwa licentiakurang
tepat jika diterjemahkan sebagai “kebebasan”, tetapi mungkin lebih tepat
“kewenangan”. “Kebebasan” memiliki konotasi “semau-maunya”, sedangkan
“kewenangan” bermakna “ada ke-sah-an.” Dengan demikian, menurut Sudjiman
(1993:18) licentia poetica adalah kewenangan yang diberikan
oleh masyarakat (atau oleh dirinya sendiri? Pengarang) kepada sastrawan untuk
memilih cara penyampaian gagasannya dalam usaha menghasilkan efek yang
diinginkan.
Menurut kaum
formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan
bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan
efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh
pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan
asing. Istilah defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik
bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam
proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai
sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses defamiliarisasi itu mengubah
tanggapan kita terhadap dunia. Dengan teknin penyingkapan rahasia, pembaca
dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang.
Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang,
atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat
ditanggapi secara otomatis. Jadi, deotomatiasi dan defamiliarisasi
merupakan bagian atau salah satu cara seorang sastrawan dalam mengaplikasikan
kebebasaanya dalam menciptakan karyanya (licentia poetica .)
6.
Mengapa
pendekatan strukturalisme disebut pendekatan yang paling obyektif dan digunakan
sebagai materi pembelajaran dari sejak SD sampai dengan SMA?
Karena pendekatan ini hanya menganalisis unsur-unsur yang
membangun dalam sebuah karya sastra seperti judul, tema, penokohan, setting,
alur dan amanat saja. Dengan analisis yang demikian tentu hasilnya sangat
obyektif karena tidak berdasarkan siapa yang mebuat karya sastra tersebut.
Selain itu menganalisis dengan cara seperti ini sangatlah mudah, karena yang
dianalisis tentu saja yang ada di karya sastra tersebut. Atas dasar kemudahan inilah yang menjadikan
sekolah memasukkan materi pendekatan strukturalisme ini kedalam pelajaran.
No comments:
Post a Comment