Monday, 7 January 2013

SEBUAH TUGAS KULIAH KRITIK SASTRA(FAKTA DAN IMAJINASI DALAM KARYA SASTRA)


1.      Bagaimana kaitan fakta dan imajinasi dalam karya sastra?
Kaitan antara fakta dan imajinasi dalam karya sastra adalah fakta disini belum tentu fakta yang sebenarnya, karena fakta di dalam karya sastra bisa jadi merupakan hanya imajinasi dari penulisnya saja. Seorang penulis untuk menulis suatu fakta dalam karya sastra tidak harus mencari atau menelusuri secara langsung. Tetapi penulis bisa mencari data  mengenai fakta tersebut dari berbagai sumber. Hal ini tentu saja memacu imajinasi penulis untuk menjadikan karyanya tersebut terlihat  fakta agar sesuai dengan keadaan atau kejadian asli yang sesuai dengan kenyataan. “Pengalaman pengarang yang telah mengalami proses pengamatan, perenungan, penghayatan , dan penilaian kemudian dibaluri dengan kekuatan imajinasi. Hasilnya adalah refleksi realitas imajinatif.” (Mahayana, 2005:359-360). Jadi fakta yang ada didalam karya sastra itu tidaklah selalu benar, karena bisa jadi fakta itu hanyalah imajinasi dari penulisnya saja.
2.      Bagaimana konsep otonom dalam karya sastra?
Konsep otonom dalam karya sastra adalah konsep bagaimana seorang pengarang  membuat suatu jenis karya sastra yang tidak terikat pada pakem yang ada. Di konsep ini pengarang bebas untuk membuat karya yang diinginkan, dalam artian tidak sesuai dengan aturan yang ada. Misalnya puisi, bila didalam aturan sebuah puisi itu diksi di akhir baris harus sama, dalam konsep ini pengarang bisa membuat dengan akhiran diksi yang berbeda.
3.      Apa saja kelemahan analisis strukturalisme dalam karya sastra?
Kelemahan strukturalisme adalah mengabaikan latar belakang sejarah sastrawan, latar belakang karya-karya sastra yang lahir sebelumnya, dan analisis suatu karya sastra menjadi miskin atau kering. Bahkan teori strukturalisme tampaknya juga bias berbahaya dan menyesatkan. Teori strukturalisme tidak sejalan dengan teori sastra interdisipliner atau teori sastra banding yang di definisikan oleh Henry Rymak pada tahun 1961. Ia mendefinisikan sastra banding sebagai studi sastra, kaitannya dengan kepercayaan dan disiplin ilmu lain seperti filsafat, sejarah, ilmu social, agama, dan lain-lain.
Kekurangan ataupun kelemahan dari teori strukturalisme murni ini disebabkan karena teori ini hanya menekankan otonomi dan prinsif objektifitas pada struktur karya sastra yang memiliki beberapa kelemahan pokok ialah sebagai berikut:
·         Karya sastra diasingkan dari konteks dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevensi sosialnya, tercabutnya dari sejarah, dan terpisah dari permasalahan manusia.
·         Mengabaikan pengarang (penulis) sebagai pemberi makna dalam penafsiran terhadap karya sastra. Ini sangat krusial sekali dan berbahaya karena penafsiran tersebut akan mengorbankan cirri khas kepribadian, cita-cita dan juga norma-norma yang di pegang teguh oleh pengarang tersebut dalam kultur sosial tertentu.
·         Otomatis keobjektifitasannya akan diragukan lagi karena memberi kemungkinan lebih besar terhadap campur tangan pembaca didalam penafsiran karya sastra tersebut.
·         Karya sastra tidak dapat diteliti lagi dalam rangka konvensi-konvnsi kesusastraan sehingga pemahaman kita terhadap terhadap genre dan system sastra sangat terbas sekali.
4.      Mengapa latar belakang pengarang penting untuk menilai karya sastra?
Latar belakang pengarang sangat penting untuk menilai karya sastra adalah karena sebuah hasil karya sastra yang dihasilkan seorang pengarang otomatis merupakan gambaran dari kehidupan pribadinya. Jadi penilaian karya sastra akan lebih akurat bila tahu siapa pengarangnya. Dengan tujuan menghindari terjadinya perbedaan analisis makna antara kehidupan pribadinya dengan apa yang terdapat didalam karya sastra yang dihasilkannya.
5.      Kemukakan konsep lisensia puitika dan kaitkan konsep itu dengan konsep de otomatisasi dan de familiari?
Yang dimaksud dengan licentia poetica ialah kebebasan seorang sastrawan untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan konvensional, untuk menghasilkan efek yang dikehendaki (Shaw, 1972:291; Sudjiman, 1993:18). Pada sisi lain Sudjiman menyatakan bahwa licentiakurang tepat jika diterjemahkan sebagai “kebebasan”, tetapi mungkin lebih tepat “kewenangan”. “Kebebasan” memiliki konotasi “semau-maunya”, sedangkan “kewenangan” bermakna “ada ke-sah-an.” Dengan demikian, menurut Sudjiman (1993:18) licentia poetica adalah kewenangan yang diberikan oleh masyarakat (atau oleh dirinya sendiri? Pengarang) kepada sastrawan untuk memilih cara penyampaian gagasannya dalam usaha menghasilkan efek yang diinginkan.
Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhadap dunia. Dengan teknin penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis. Jadi, deotomatiasi dan defamiliarisasi merupakan bagian atau salah satu cara seorang sastrawan dalam mengaplikasikan kebebasaanya dalam menciptakan karyanya (licentia poetica .)

6.      Mengapa pendekatan strukturalisme disebut pendekatan yang paling obyektif dan digunakan sebagai materi pembelajaran dari sejak SD sampai dengan SMA?
Karena pendekatan ini hanya menganalisis unsur-unsur yang membangun dalam sebuah karya sastra seperti judul, tema, penokohan, setting, alur dan amanat saja. Dengan analisis yang demikian tentu hasilnya sangat obyektif karena tidak berdasarkan siapa yang mebuat karya sastra tersebut. Selain itu menganalisis dengan cara seperti ini sangatlah mudah, karena yang dianalisis tentu saja yang ada di karya sastra tersebut. Atas dasar kemudahan inilah yang menjadikan sekolah memasukkan materi pendekatan strukturalisme ini kedalam pelajaran.

No comments:

Post a Comment